Tuesday 18 July 2017

Hukum Islam Main Forex Trading


Ditulis Oleh jaenal nurohman pada Minggu, 10 Juni 2012 19 27.Investasi FOREX trading adalah investasi yang sangat penuh dimana kita bisa memperoleh profit yang lumayan dalam waktu yang relatif singkat dengan broker forex online yaitu Instaforex yang memberikan jasa forex signal di internet, Semakin mudah setiap orang untuk mendulang keuntungan di bisnis ini bahkan tanpa harus melewati upaya belajar yang terlalu lama dan tanpa harus memahami teknikal maupun fundamental yang memusingkan kepala. Penghasilan para trader-trader forex profesional sangat dan jauh para pelaku-pelaku bisnis lainnya seperti para Pelaku bisnis MLM dan perdagangan konvensional Tapi kemudian banyak yang mempertanyakan kehalalan dari hasil yang diperoleh bisnis forex trading ini sifatnya yang abstrak dan tidak kasat mata. Sebagian umat Islam meragukan kehalalan praktik perdagangan berjangka Bagaimana menurut padangan para pakar Islam. Jangan jual Sesuatu yang tidak ada padamu, sabda Nabi Muhammad SAW, dalam sebuah riwayat riwayat Abu Hurairah. Oleh sementara fuqaha ahli fiqih islam, hadits tersebut ditafsirkan secara saklek Pokoknya, setiap praktik jual beli yang tidak ada barangnya pada waktu akad, haram Penafsiran secara alami itu, Tak pelak lagi, buatlah fiqih Islam sulit untuk memenuhi kebutuhan zaman yang terus berkembang dengan perubahan-perubahannya. Karena itu, jumlah ulama klasik yang terkenal dengan pemikiran cemerlangnya, kerjakan cara penyajian yang tepat seperti itu, Ibn al-Qayyim Ulama bermazhab Hambali ini berpendapat , Yang tidak benar jual-beli barang yang tidak ada dilarang Baik dalam Al Qur an, sunnah maupun fatwa para sahabat, larangan itu tidak ada. Dalam Sunnah Nabi, hanya ada larangan menjual barang yang belum ada, pemberian larangan barang yg sudah ada pada Waktu akad Causa legis atau ilat larangan itu tidak ada atau tidak adanya barang, dilelang garar, kata Dr S Yamsul Anwar MA dari IAIN SUKA Yogyakarta jelaskan keterangan Ibnu al-Qayyim Garar adalah pasti tentang barang yang diperjual-belikan itu bisa sama atau tidak, seseorang menjual barang yang hilang atau menjual barang milik orang lain, tidak akan diberi kuasa oleh yang bersangkutan. Jadi, ganti pada waktu akad barangnya tidak ada, namun ada kepastian diadakan pada saat diperlukan agar bisa diserahkan ke pembeli, maka jual beli itu sah horm, kendati barangnya sudah ada tapi karena satu dan lain hal tidak mungkin diserahkan kepada pembeli, maka jual beli itu Tidak sah. Perdagangan berjangka, jelas, bukan garar Sebab, dalam bentuk kontrak berjangkanya, jenis komoditi yang dijual-belikan sudah ditentukan Begitu juga dengan jumlah, mutu, tempat dan waktu penyerahannya Semuanya berjalan di atas rel aturan resmi yang ketat, sebagai antisipasi dari penyalah Satu hal yang sebetulnya bisa juga terjadi pada prakt Ik jua-beli konvensional. Dalam perspektif hukum Islam, Perdagangan Berjangka Komoditi PBK forex adalah bagian dari PBK dapat berkontribusi ke dalam kategori almasa il almu ashirah atau masalah-masalah hukum Islam kontemporer Karena, status hukumnya dapat dikategorikan kepada masalah ijtihadiyyah Klasifikasi ijtihadiyyah masuk ke Dalam wilayah fi ma la nasha fih, yang masalah hukum yang tidak memiliki referensi nash hukum yang pasti. Dalam kategori masalah hukum al-Sahrastani, ia termasuk dalam paradigma al-nushush qad intahat wa al-waqa aku la tatanahi berarti, nash hukum dalam Bentuk Al-Quran dan Sunnah sudah selesai tidak ada lagi dengan demikian, kasus-kasus hukum yang baru muncul mesti diberikan kepastian hukumnya melalui ijtihad. Dalam kasus hukum PBK, ijtihad dapat diterima terhadap teori perubahan hukum yang diperkenalkan oleh Ibn Qoyyim al-Jauziyyah Ia Menjelaskan, fatwa hukum dapat berubah karena beberapa variabel perubahnya, saatnya, tempat, niat, tujuan dan manfa Di Teori perubahan hukum ini diturunkan dari paradigma ilmu hukum dari gurunya Ibn Taimiyyah, yang menyatakan a-haqiqah fi al-a yan la fi al-adzhan Artinya, kebenaran hukum itu dijumpai dalam pandangan empirik bukan dalam alam pemikiran atau alam idea. Paradigma ini Diturunkan dari prinsip hukum Islam tentang keadilan yang dalam Al Quran digunakan istilah al-mizan, a-qisth, al-wasth, dan al-adl. Dalam penerapannya, secara khusus masalah PBK dapat ditambahkan ke dalam bidang fiqh al-siyasah maliyyah, yaitu Politik hukum kebendaan Dengan kata lain, PBK termasuk pengertian hukum Islam dalam pengertian bagaimana hukum Islam diterapkan dalam masalah kepemilikan atas harta benda, melalui perdagangan berjangka komoditi dalam era globalisasi dan perdagangan bebas. Realisasi yang paling mungkin dalam rangka melindungi pelaku dan pihak-pihak yang terlibat dalam politik; Dalam perdagangan berjangka komoditi dalam ruang dan waktu serta pertimbangan tujuan dan manfaatnya dewasa ini, sejalan dengan semangat d Sebuah bunyi UU No 32 1977 tentang PBK. Karena hukum perubahan hukum seperti di atas, dapat menunjukkan elastisitas hukum Islam dalam kelembagaan dan praktek ekonomi, maka PBK dalam sistem hukum Islam dapat dianalogikan dengan bay al-salam ajl bi ajil. Bay al-salam Dapat diartikan sebagai berikut Al-salam atau al-salaf adalah teluk ajl bi ajil, sedang memperjualbelikan sesuatu yang dengan ketentuan sifat-sifatnya yang terjamin di dalam dirinya, dalam penyerahan ra al-mal dalam bentuk uang sebagai imbalannya. Yang maksud dalam transaksi itu Ulama Syafi iyah dan Hanabilah dengan menggunakan Akad atas komoditas jual beli yang diberi sifat terjamin yang ditangguhkan harga dengan harga jual yang ditetapkan di dalam bursa akad. Keabsahan transaksi jual beli berjangka, ditentukan oleh terpenuhinya rukun dan syarat sebagai berikut. Rukun Sebagai unsur-unsur utama yang harus ada dalam suatu peristiwa transaksi Unsur-u Nsur utama di dalam bay al-salam adalah. Pihak-pihak yang transaksi transaksi aqid yang disebut dengan istilah muslim atau muslim ilaih Objek transaksi ma qud alaih, barang barang komoditi berjangka dan harga tukar ra al-mal al-salam dan al - Muslim fih. Kalimat transaksi Sighat aqad, yaitu ijab dan kabul Yang perlu diperhatikan dari unsur-unsur tersebut, adalah ijab dan qabul dalam bahasa dan kalimat yang jelas menunjukkan transaksi karena, ulama Syafi iyah istilah penggunaan al-salam atau al - salaf di dalam kalimat-kalimat transaksi itu, dengan alasan aqd al-salam adalah bay al-ma dum dengan sifat dan cara yang berbeda dari akad jual dan beli buy. Persyaratan penyelesaian objek transaksi, adalah barang yang harus dipenuhi kejelasan mengenai jenisnya Yakun fi jinsin ma lumin, sifatnya, ukuran kadar, jangka penyerahan, harga tukar, tempat penyerahan. Persyaratan yang harus dipenuhi oleh harga tukar al-tsaman, adalah, pertama, kejelasa N jenis alat tukar, yaitu dirham, dinar, rupiah atau dolar dsb atau barang barang yang bisa ditimbang, disukat, dsb kedua, kejelasan jenis alat tukar rupiah, dolar Amerika, dolar Singapura, dst Apakah timbangan yang disepakati dalam bentuk kilogram, kolam , Dst. Kejelasan tentang kualitas objek transaksi, apakah kualitas istimewa, baik sedang atau buruk syarat-syarat di atas ditentukan dengan maksud menghilangkan jahalah fi al - aqd atau alasan ketidaktahuan kondisi-kondisi barang pada saat ini karena hal ini akan terjadi pada perselisihan di antara Pelaku transaksi, yang akan merusak nilai transaksi. Kejelasan jumlah harga tukar Penjelasan singkat di atas nampaknya sudah bisa memberikan kejelasan kebolehan PBK Kguna dalam pelaksanaannya masih ada pihak-pihak yang merasa dirugikan dengan peraturan perundang-undangan yang ada, maka dapatlah digunakan kaidah hukum atau legal Pepatah yang berbunyi ma la yudrak kulluh la yutrak kulluh apa yang tidak bisa dilaksanakan Semuanya, maka tidak perlu terbengkalai dengan sendirinya. Dengan demikian, hukum dan pelaksanaan PBK sampai batas-batas tertentu boleh diterima dapat diterima atau setidak-tidaknya sesuai dengan semangat dan jiwa norma hukum Islam, dengan menganalogikan kepada bay al-salam..Dalam bukunya Prof Drs Masjfuk Zuhdi yang berjudul MASAIL FIQHIYAH Kapita Selecta Hukum Islam, terbangun Forex Perdagangan Valas dibolehkan dalam hukum islam. Perdagangan valuta asing timbul karena adanya barang barang kebutuhan barang komoditi antar negara yang merupakan komoditi ekspor-impor Alat bayar yaitu UANG yang masing-masing negara memiliki ketentuan sendiri dan berbeda satu sama lainnya sesuai dengan penawaran dan permintaan dari negara-negara tersebut sehingga timbul PERBANDINGAN NILAI MATA UANG antar negara. Perbandingan mata uang antar negara terkumpul dalam suatu BURSA atau PASAR yang mana Internasional dan terikat dalam suatu kesepakatan bersama yang saling menguntungkan Nilai tukar negara dengan negara lainnya ini berubah berfluktuasi setiap saat sesuai volume permintaan dan penawarannya Adanya permintaan dan penawaran inilah yang berharga transaksi mata uang yang secara langsung bernilai tukar-m Enukar mata uang yang berbeda. HUKUM ISLAM dalam TRANSAKSI VALAS.1 Ada Ijab-Qobul Ada perjanjian untuk memberi dan menerima. Penjual. Ijab-Qobulnya dilakukan dengan lisan, tulisan dan utusan. Pembeli dan penjual memiliki wewenang penuh melaksanakan dan melakukan tindakan-tindakan hukum dewasa dan berpikiran sehat.2 Memenuhi syarat menjadi objek transaksi jual-beli itu. Suci barangnya bukan najis Barang sudah berada ditangannya jika barangnya diperoleh dengan imbalan. Perlu sudah ditambahkan Muhammad Isa, itu jual beli saham itu diperbolehkan dalam agama..Jangan kamu membeli ikan di udara, karena sebenarnya jual beli yang demikian itu mengandung hadis Ahmad bin Hambal dan Al Baihaqi dari Ibnu Mas ud. Jual beli barang yang tidak di tempat transaksi diperbolehkan dengan syarat harus diterangkan sifat-sifatnya atau ciri-cirinya Kemudian Jika barang sesuai dengan keterangan penjual, maka sahlah jual belinya yah jika tidak sesuai maka pembeli memiliki hak khiyar, boleh saja atau jual beli belinya hal ini sesuai dengan hadis Nabi riwayat Al Daraquthni dari Abu Hurairah..Barang siapa yang membeli sesuatu yang tidak dapat dilihat, maka ia berhak khiyar jika sudah ditinjau. Jual beli hasil tanam yang masih terpendam, seperti ketela, kentang, bawang dan sebagainya juga diijinkan, asal diberi contohnya, karena akan mengalami kesulitan atau kerugian jika Harus mengeluarkan semua hasil tanaman yang terpendam untuk dijual Hal ini sesuai dengan kaidah hukum Islam..Kesulitan itu menarik kemudahan. Demikian juga jual beli barang barang yang sudah terbungkus tertutup, seperti makanan kalengan, LPG, dan sebagainya, asalkam diberi label yang menerangkan isa Vide Sabiq, op cit hal 135 Mengenai teks kaidah hukum islam di atas, vide Al Suyuthi, Al Ashbah wa al Nadzair, Mesir, Mustafa Muhammad, 1936 hal 55.Fatwa MUI Tentang Jual Beli Mata Uang AL-SHARF. Pertanyaan yang pasti ditanyakan oleh setiap trader di indonesia.1 Apakah Trading Forex Haram.2 Apakah Trading Forex Halal .3 Apakah Trading Forex diperbolehkan dalam Agama Islam.4 Apakah SWAP itu. Mari kita bahas dengan artikel yang pertama. Forex Dalam Hukum Islam..Dalam bukunya Prof Drs Masjfuk Zuhdi yang berjudul MASAIL FIQHIYAH Kapita Selecta Hukum Islam, terbangun Forex Perdagangan Valas dibolehkan dalam hukum islam. Perdagangan valuta asing timbul karena adanya barang barang kebutuhan barang komoditi antar negara yang merupakan komoditi ekspor-impor Alat bayar yaitu UANG yang masing-masing negara memiliki ketentuan sendiri dan berbeda satu sama lainnya sesuai dengan penawaran dan permintaan dari negara-negara tersebut sehingga timbul PERBANDINGAN NILAI MATA UANG antar negara. Perbandingan mata uang antar negara terkumpul dalam suatu BURSA atau PASAR yang mana Internasional dan terikat dalam suatu kesepakatan bersama yang saling menguntungkan Nilai tukar negara dengan negara lainnya ini berubah berfluktuasi setiap saat sesuai volume permintaan dan penawarannya Adanya permintaan dan penawaran inilah yang berharga transaksi mata uang yang secara langsung bernilai tukar-m Enukar mata uang yang berbeda. HUKUM ISLAM dalam TRANSAKSI VALAS.1 Ada Ijab-Qobul --- Ada perjanjian untuk memberi dan menerima. Penjual saham barang dan pembeli bayar tunai. Ijab-Qobulnya dilakukan dengan lisan, tulisan dan utusan. Pe mbeli dan Penjual punya wewenang penuh pelaksanaan dan melakukan tindakantindakan hukum dewasa dan berpikiran sehat.2 Memenuhi syarat menjadi objek transaksi jual-beli yaitu. Suci barangnya bukan najis. Dapat dimanfaatkan. Dapat diserahterima kan. Jelas barang dan harganya. Dijual bor oleh pemiliknya sendiri atau kuasanya atas Izin pemiliknya. Barang sudah berada ditangannya jika barangnya diperoleh dengan imbalan. Perlu sudah ditambahkan Muhammad Isa, itu jual beli saham itu diperbolehkan dalam agama. Jangan kamu membeli ikan di udara, karena sebenarnya jual beli yang demikian itu mengandung penipuan. Hadis Ahmad bin Hambal dan Al Baihaqi dari Ibnu Mas ud. Jual beli barang yang tidak di tempat transaksi diperbolehkan dengan syarat harus diterangkan sifatsifatnya atau ciri-cirinya Kemudian jika barang sesuai dengan keterangan penjual, maka sahlah jual belinya jika tidak sesuai maka pembeli memiliki hak Khiyar, tentu saja boleh atau jual belinya Hal ini sesuai dengan hadis Nabi riwayat Al Daraquthni dari Abu Hurairah. Barang siapa yang membeli sesuatu yang tidak dapat dilihat, maka ia berhak khiyar jika sudah ditinjau. Jual beli hasil tanam yang masih terpendam, seperti ketela, kentang, bawang dan sebagainya juga diijinkan, asal diberi contohnya, karena akan mengalami kesulitan atau kerugian jika harus Mengeluarkan semua hasil tanaman yang terpendam untuk dijual Hal ini sesuai dengan kaidah hukum Islam. Kesulitan itu menarik minat. Demikian juga jual beli barang barang yang sudah terbungkus tertutup, seperti makanan kalengan, LPG, dan sebagainya, asalkam diberi label yang menerangkan isa Vide Sabiq, op cit hal 135 Mengenai teks kaidah hukum Islam di atas, vide Al Suyuthi, Al Ashbah wa al Nadzair, Mesir, Mustafa Muhammad, 1936 hal 55.JUAL BELI VALUTA ASING DAN SAHAM. Yang dengan valuta asing adalah mata uang luar negeri seperi dolar Amerika, poundsterling Inggris, ringgit Malaysia dan sekitarnyanya antara negaraimes Internasional maka tiap negara membutuhkan valuta asing untuk alat pembayaran luar negeri yang dalam dunia perdagangan disebut devisa contoh eksportir indonesia akan menghasilkan devisa dari hasil ekspornya, sebaliknya importir indonesia membutuhkan devisa untuk menarik dari luar negeri. Dengan demikian akan timbul penawaran dan perminataan di bursa valuta asing Setiap negara penuh kurs rupiah masing-masing kurs a Dalah perbandingan uangnya dengan mata uang asing misalnya 1 dolar Amerika Rp 12.000 Namun kurs uang atau perbandingan setiap saat bisa berubah-ubah, tergantung pada kekuatan ekonomi negara masing-masing Pencatatan kurs uang dan transaksi jual beli valuta asing di Bursa Valuta Asing AWJ Tupanno, et al Ekonomi dan Koperasi, Jakarta, Depdikbud 1982, hal 76-77.FATWA MUI TENTANG PERDAGANGAN VALAS. Fatwa Dewan Syari ah Majelis Ulama Indonesia. No 28 DSN-MUI III 2002 tentang Jual Beli Mata Uang Al-Sharf. a dalam kegiatan untuk memenuhi berbagai keperluan, diperlukannya. Jual beli mata uang al-sharf, baik antar mata uang maupun antar mata uang berlainan jenis. b. Dalam urf tijari tradisi perdagangan transaksi jual beli barang-barang. bentuk transaksi yang status hukumnya dalam pandangan ajaran Islam berbeda antara satu bentuk dengan bentuk lain. c cerita agar kegiatan transaksi ini dilakuka N sesuai dengan ajaran Islam, DSN memandang perlu menetapkan fatwa tentang al-Sharf untuk dijadikan pedoman.1 Firman Allah, QS Al Baqarah 2 275 Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.2 Hadis nabi riwayat al-Baihaqi dan Ibnu Majah dari Abu Sa id al-Khudri Rasulullah SAW bersabda, Sesungguhnya jual beli itu hanya boleh dilakukan atas dasar kerelaan antara kedua belah pihak HR albaihaqi dan Ibnu Majah, dan nilai shahih oleh Ibnu Hibban.3 Hadis Nabi Muslim, Abu Daud, Tirmidzi, Nasa i , Dan Ibn Majah, dengan teks Muslim dari Ubadah bin Shamit, Nabi saw bersabda Juallah emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, sya ir dengan sya ir, kurma dengan kurma, dan garam dengan garam denga syarat harus sama dan sejenisnya Hadis Nabi riwayat Muslim, Tirmidzi, Nasa i, Abu Daud, Ibnu Majah, dan Ahmad, dari Umar bin Khattab, Nabi saw bersabda Jual-beli emas dengan kata-kata yang berbeda, juallah sekehendakmu jika dilakukan secara tunai.4 Hadis Nabi riwayat Muslim, Tirmidzi, Hadis Nabi riwayat Muslim dari Abu Sa id al-Khudri, Nabi saw bersabda Janganlah kamu menjual emas dengan emas sama sama nilainya dan janganlah tambah sebagian atas yang lain janganlah menjual perak dengan perak kecuali sama nilainya dan Janganlah menambahkan sebagaian atas yang lain dan janganlah menjual emas dan perak ini yang tidak tunai dengan yang tunai.6 Hadis Nabi riwayat Muslim dari Bara bin Azib dan Zaid bin Arqam Rasulullah melihat uang jual perak dengan emas tidak ada tunai.7 Hadis Nabi riwayat Tirmidzi dari Amr bin Auf Perjanjian dapat dilakukan di antara kaum muslimin, kecuali ketentuan yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka yang syaratnya yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram.8 Ijma Ulama aka ijma akad Al-sharf disyariatkan dengan syarat-syarat tertentu.1 Surat dari pimpina H Unit Usaha Syariah Bank BNI no UUS 2 878.2 Pendapat peserta Rapat Pleno Dewan Syari ah Nasional pada Hari Kamis, tanggal 14 Muharram 1423H 28 Maret 2002.Dewan Syari ah Nasional Menetapkan FATWA TENTANG JUAL BELI MATA UANG AL-SHARF. Pertama Ketentuan Umum. Transaksi Jual beli mata uang pada prinsipnya boleh dengan ketentuan sebagai berikut.1 Tidak untuk spekulasi untung-untungan.2 Ada yang butuh transaksi atau untuk berjaga-jaga simpanan.3 Apakah transaksi dilakukan dengan mata uang sejenis maka nilainya harus sama dan secara tunai at-taqabudh. 4 Kalau berlainan jenis maka harus dilakukan dengan nilai tukar yang berlaku pada saat transaksi dan secara tunai. Kedua Jenis-jenis transaksi Valuta Asing.1 Transaksi SPOT, yaitu transaksi pembelian dan penjualan valuta asing untuk penyerahan pada saat itu over the counter atau penyelesaiannya paling Lambat dalam jangka waktu dua hari Hukumnya adalah, karena dianggap sebagai proses penyelesai Suatu yang tidak bisa dipertahankan dan merupakan transaksi internasional.2 Transaksi FORWARD, yaitu transaksi pembelian dan penjualan valas yang dinilai pada saat sekarang dan diberlakukan untuk yang akan datang, antara 2x24 jam sampai dengan satu tahun Hukumnya haram, karena harga yang digunakan adalah Harga yang diperjanjikan muwa adah dan penyerahannya dilakukan di kemudian hari, harga pada saat penyerahan itu belum tentu sama dengan nilai yang disepakati, kecuali dalam bentuk perjanjian kedepan untuk kebutuhan yang tidak dapat terhindar lil hajah.3 Transaksi SWAP suatu cara penjualan atau penjualan Valas dengan harga spot yang dikombinasikan dengan penjualan antara penjualan valas yang sama dengan harga forward Hukumnya haram, karena mengandung unsur maisir spekulasi.4 Transaksi OPSI yaitu kontrak untuk barang yang dibutuhkan untuk dijual yang tidak boleh dilakukan atas jumlah unit valuta asing pada Harga Dan jangka waktu atau tanggal akhir tertentu Hukumnya haram, karena mengandung unsur maisir spaham. Ketiga Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, dengan ketentuan jika di kemudian hari ternyata ada kekeliruan, akan diubah dan disempurnakan mestinya. Ditetapkan di Jakarta. Tanggal 14 Muharram 1423 H 28 Maret 2002 M. DEWAN SYARI AH NASIONAL - MAJELIS ULAMA INDONESIA. Muzakarah JAKIM Berkenaan Hukum Perdagangan Forex. Zaharuddin Abd Rahman. Setelah berhempas pulas melayan sebahagian bantahan, komentar dan tidak puas hati pedagang matawang asing Forex Trader sejak tahun 2008, iaitu sejak dari awal Saya menyediakan kajian ringkas yang dipaparkan di web ini, boleh dirujuk artikelnya di link berikut. Saya bersyukur kerana semalam telah diadakan satu muzakarah besar yang dihadiri oleh lebih 200 orang ilmuan Syariah, ulama, ahli ekonomi, bankir dan peguam Tiga kertas kerja dibentangkan. Kertas Kerja pula yang disediakan oleh individu sebaliknya dibuat secara berkantong Ini Surat kabar kerja yang wajar diberikan lebih kredit kerana adalah buah fikiran dan kajian secara kolektif yang sememangnya akan lebih kukuh berbanding dengan kajian dan pandangan dari seorang individu Bukannya itu, malah kumpulan pengkaji juga sudah mencuba sendiri berdagang lewat salah satu platform forex untuk selamanya kejujur Terima sebarang hukum Selain itu, mereka juga sudah bertemu dengan penyedia platform FOREX itu sendiri di samping beberapa siri temubual dengan pedagang FOREX yang mengalami Justeru, saya kira, perdagang FOREX tidak boleh sama-sama mempertikaikan kefahaman para pengkaji kerana mereka hanya lebih dari sekedar hanya Pengalaman, tambahan pula penyelidik juga menrima informasi rasmi dari pihak Bank Negara Malaysia selaku regulator. Hasil penilaian awal pengkajian pertama yang dianggotai oleh Prof Madya Dr Muhammad Bin Som, Dr Marjan Muhammad, Ust Luqmanul Hakim Hussain, En Wan Norhaziki Wan Abdul Halimlemen mereka mencatatkan seperti berikut. 1 Spot forex yang dijalankan oleh individu melalui platform internet agak berbeza nilai konsep forex yang dijalankan di peringkat antar bank Dari satu sudut, ia dibuat berdasarkan spot forex dari segi harga lani value spot, dan dari segi penyelesaian ia tidak berlaku berdasarkan T 2 Malah Penyelesaian tidak akan berlaku aktif pedagang tidak menutup posisi yang dibukanya. Namun, dari sudut yang lain, spot forex dilihat lebih mirip dengan forward forex, kerana apa adanya matawang dari broker, dia tidak akan dapat memiliki matawang yang dibelinya, pedagang akan menikmatinya Setelah dia menjualnya ke broker pada waktu berikut Apa yang membezakan spot forex oleh individu dengan forward forex lah tingkat tukaran matawang masa depan adalah tetap iaitu harga yang dipersyaratkan pada tarikh transaksi, manakala kadar tukaran matawang dalam spot forex tidak tetap, jilid turun naik harga Pasar matawang yang didagangka N.2 Kerajaan Malaysia tidak mengiktiraf sebarang urusniaga matawang asing yang dibuat melalui saluran-saluran yang tidak sah Malah, ada peruntukan perundangan yang jelas berhubung larangan tersebut, iaitu melalui Seksyen 3 1 dan Seksyen 4 1, 2 dan 3 Akta Kawalan Pertukaran Wang AKPW 1953 Mana-mana individu yang sama sama-sama berurus niaga matawang asing, kecuali setelah mendapat uang Pengawal Pertukaran Asing, iaitu Gabenor Bank Negara Malaysia.3 Berdasarkan beberapa isu syariah yang diketengahkan termasuk isu qard leverage, riba al-nasi ah bunga rollover, qabd, menjual matawang Yang tiada dalam pegangan qabd dan spekulasi yang sedang melakukan perjudian, ternyata operasi spot forex secara online oleh individu tidak mengikut landasan syarak yang telah digariskan berhubung jualbeli matawang bay alSarf. Manakala satu kumpulan lagi datangnya dari Universiti Utara Malaysia yang dianggotai oleh Prof Madya Dr Asmadi Mohd Naim, Dr Hasniza Mohd Taib, Dr Muhammad Nasri Hussain K Ertas mereka kesimpulan seperti berikut. Berdasarkan perbincangan di atas, forex trading online tidak dibenarkan oleh Syarak kerana adanya perkara-perkara yang menyalahi Syarak iaitu. i Pembelian wang tunai dilakukan secara kredit adalah terang-terangan bertentangan dengan kontrak Sarf dan mengandungi unsur riba. ii Sekiranya pembelian kredit itu ditakyifkan sebagai Terima kasih atas segala hal yang masih ada dalam aktiviti yang dilarangkan oleh Syarak kerana mengandungi unsur mendapat manfaat dari pinjaman, dan larangan mengumpulkan dan bayar-beli. iii Menjual matawang secara bersamaan menangguhkan penyerahan adalah dilarang oleh Syarak Syarat qabd dalam majlis tidak wujud dalam dalam Transaksi ini Keharusan tidak bisa diaplikasi dalam urusniaga ini kerana tidak bisa di dalam konsep darurat untuk transaksi bonafide. iv Urusniaga broker secara online ini terdiri dari unsur bay al-najsy iaitu peniaga menawarkan harga bukan untuk memiliki matawang sebaliknya untuk memberi faed Ah ke penjual melalui kenaikan harga. v Urusniaga ini juga mengandungi ihtikar yang dilarang oleh Syarak. vi Urusniaga ini juga mengandungi unsur perjudian yang tergantung dengan turun naik harga atau angka. Saya hanya berfungsi sebagai imbalan dalam majlis semalam Secara keseluruhan hampir semua yang dibuat oleh Kedua-dua kumpulan itu sama dengan kesimpulan yang telah saya simpulkan sejak tahun 2008 yang lalu, dengan itu, saya menyeru kepada semua pedagang matawang yang tidak berpuas hati dan menolak pandangan yang mengharamkan pedagangan matawang ini untuk berfikir kembali demi kebaikan iman dan laba masing-masing..Bagi mereka yang ingin mendapat kejelasan bagaimana kemenangan tersebut, pembaca boleh download kertas kerja mereka yang belum meninggal dunia selepas muzakarah untuk bacaan asas Sebarang pertanyaan bolehlah terus disampaikan kepada mereka. Zaharuddin Abd Rahman 1 Jun 2011.Saya bersyukur kerana semalam telah mengadakan satu muzakarah besar Yang dihadiri o Leh lebih 200 orang ilmuan syariah, ulama, ahli ekonomi, bankir dan peguam Tiga kertas kerja dibentangkan kertas kerja pula yang disediakan oleh individu sebaliknya dibuat secara berkumpulan ini sangat kertas kerja yang wajar diberikan lebih kredit kerana adalah buah fikiran dan kajian secara kolektif yang sememangnya akan Lebih kukuh berbanding kajian dan pandangan dari seorang individu. Saya hanya berfungsi sebagai imbalan dalam majlis semalam Secara keseluruhan hampir semua yang dibuat oleh kedua-dua kumpulan adalah sama dengan kesimpulan yang telah saya simpulkan sejak tahun 2008 yang lalu, dengan itu, saya menyeru kepada Semua pedagang matawang yang tidak berpuas hati dan menolak pandangan yang menghapamkan pedagangan matawang ini untuk berfikir kembali demi kebaikan iman dan pendapatan masing-masing. Bagi mereka yang ingin mendapat kejelasan bagaimana jadinya, pembaca bisa download kertas kerja mereka yang belum meninggal selepas muzakarah unt Uk bacaan asas Sebarang pertanyaan bolehlah terus disampaikan kepada mereka. Add this page to your favorite Social Bookmarking websites. Forex by Hukum Islam. Banyak perbedaan pendapat tentang forex itu sendiri, ada yang mengatakan tidak boleh, tapi ada juga yang mengatakan boleh Dibawah ini adalah Yang membolehkan dari beberapa sumber tentang forex itu sendiri sedang untuk yang tidak membolehkan forex itu sendiri, silahkan cari di Google hanya memberi wacana, dan hanya fokus ke riset ilmiah tentang pergerakan forex memang untuk merosip dan logika tentang ekonomi forex baik teknikal maupun fundamental. Sebagian umat Islam ada yang meragukan kehalalan praktik perdagangan berjangka Bagaimana menurut padangan para pakar Islam Apa pendapat para ulama mengenai trading forex, perdagangan saham, trading index, saham, dan komoditi Apakah Hukum Valas Halal Menurut Hukum Islam Mari kita ikuti selengkapnya. Jangan Barang menjual sesuatu yang Tidak ada padamu, sabda Nabi Muhammad SAW, dalam sebuah hadits riwayat Abu Hurairah. Oleh sementara fuqaha ahli fiqih islam, hadits yang ditafsirkan secara saklek Pokoknya, setiap praktik jual beli yang tidak ada barangnya pada waktu akad, haram Penafsiran secara alami itu, tak pelak Lagi, buatlah fiqih Islam sulit untuk memenuhi kebutuhan zaman yang terus berkembang dengan perubahan-perubahannya. Karena itu, jumlah ulama klasik yang terkenal dengan pemikiran cemerlangnya, kerjakan cara penyajian yang sangat sempit itu Misalnya, Ibn al-Qayyim Ulama bermazhab Hambali ini berpendapat, Tidak benar jual-beli barang yang tidak ada dilarang Baik dalam Al Qur an, sunnah maupun fatwa para sahabat, larangan itu tidak ada. Dalam Sunnah Nabi, hanya ada larangan menjual barang yang belum ada, pemberian larangan barang yg sudah ada pada waktu akad Causa legis atau ilat larangan itu tidak ada atau tidak adanya barang, pelan garar, begitulah Dr Syamsul Anwar , MA dari IAIN SUKA Yogyakarta jelaskan keterangan Ibnu al-Qayyim Garar adalah pasti tentang barang yang diperjual-belikan itu bisa sama atau tidak, seseorang menjual barang yang hilang atau menjual barang milik orang lain, tidak diberi kewenangan oleh yang bersangkutan. Jadi , Tergantung pada waktu akad barangnya tidak ada, namun ada kepastian diadakan pada saat diperlukan agar bisa diserahkan kepada pembeli, maka jual beli itu sah horm, kendati barangnya sudah ada tapi karena satu dan lain hal tidak mungkin diserahkan kepada pembeli, maka jual beli itu tidak Sah. Perdagangan berjangka, jelas, bukan garar Sebab, dalam daftar barang berjangkanya, jenis komoditi yang dijual-belikan sudah ditentukan Begitu juga dengan jumlah, mutu, tempat dan waktu penyerahannya Semuanya berjalan di atas rel peraturan resmi yang ketat, sebagai antisipasi umpan praktek penyimpangan Wah satu hal yang sebetulnya bisa bisa terjadi pada praktik jua-beli Konvensional. Dalam perspektif hukum Islam, Perdagangan Berjangka Komoditi PBK forex adalah bagian dari PBK dapat ikut dalam kategori almasa il almu ashirah atau masalah-masalah hukum Islam kontemporer karena, status hukumnya dapat dikategorikan kepada masalah ijtihadiyyah Klasifikasi ijtihadiyyah masuk ke dalam wilayah fi ma La nasha fih, yang masalah hukum yang tidak memiliki referensi nash hukum yang pasti. Dalam kategori masalah hukum al-Sahrastani, ia termasuk dalam paradigma al-nushush qad intahat wa al-waqa aku la tatanahi Artinya, nash hukum dalam bentuk Al-Quran Dan Sunnah sudah selesai tidak lagi ada tambahan dengan demikian, kasus-kasus hukum yang baru muncul mesti diberikan kepastian hukumnya melalui ijtihad. Dalam kasus hukum PBK, ijtihad dapat dipercaya terhadap teori perubahan hukum yang diperkenalkan oleh Ibn Qoyyim al-Jauziyyah Ia menjelaskan, fatwa hukum Dapat berubah karena beberapa variabel perubahnya, yaitu waktu, tempat, niat, tujuan dan manfaat teori pe Rubah hukum ini diturunkan dari paradigma ilmu hukum dari gurunya Ibn Taimiyyah, yang menyatakan a-haqiqah fi al-a yan la fi al-adzhan Artinya, kebenaran hukum itu dijumpai dalam pandangan empirik bukan dalam alam pemikiran atau alam ide Paradigma ini diturunkan dari prinsip Hukum Islam tentang keadilan yang dalam Al Quran digunakan istilah al-mizan, a-qisth, al-wasth, dan al-adl. Dalam penerapannya, secara khusus masalah PBK dapat ditambahkan ke dalam bidang kajian fiqh al-siyasah maliyyah, maka politik hukum kebendaan Dengan kata lain, PBK termasuk pengertian hukum Islam dalam pengertian bagaimana hukum Islam diterapkan dalam masalah kepemilikan atas harta benda, melalui perdagangan berjangka komoditi dalam era globalisasi dan perdagangan bebas. Realisasi yang paling mungkin dalam rangka melindungi pelaku dan pihak-pihak yang terlibat dalam perdagangan berjangka Komoditi dalam ruang dan waktu serta pertimbangan tujuan dan manfaatnya dewasa ini, sejalan dengan semangat dan suara UU Tidak ada 32 1977 tentang PBK karena dapat mengubah elastisitas hukum Islam dalam kelembagaan dan praktek ekonomi, maka PBK dalam sistem hukum Islam dapat dianalogikan dengan bay al-salam ajl bi ajil. Bay al-salam dapat diartikan sebagai berikut Al-salam atau al-salaf adalah bay ajl bi ajil, sedang memperjualbelikan sesuatu yang dengan ketentuan sifat-sifatnya yang terjamin di dalam dirinya, di dalam transaksi itu, penyerahan ra al-mal dalam bentuk uang sebagai imbalannya. Itu Ulama Syafi iyah dan Hanabilah dengan menggunakan Akad atas komoditas jual beli yang diberi sifat yang ditangguhkan dengan harga jual yang ditetapkan di dalam bursa akad. Keabsahan transaksi jual beli berjangka, ditentukan oleh terpenuhinya rukun dan syarat sebagai berikut sebuah Rukun sebagai unsur-unsur Utama yang harus ada dalam suatu peristiwa transaksi Unsur-unsur utam Sebuah di dalam bay al-salam adalah. Pihak-pihak yang melakukan transaksi aqid yang disebut dengan istilah muslim atau muslim ilaih. Objek transaksi ma qud alaih, barang barang komoditi berjangka dan harga tukar ra al-mal al-salam dan al - Muslim fih. Kalimat transaksi Sighat aqad, yaitu ijab dan kabul Yang perlu diperhatikan dari unsur-unsur tersebut, adalah ijab dan qabul dalam bahasa dan kalimat yang jelas menunjukkan transaksi karena, ulama Syafi iyah istilah penggunaan al-salam atau al - salaf di dalam kalimat-kalimat transaksi itu, dengan alasan aqd al-salam adalah bay al-ma dum dengan sifat dan cara yang berbeda dari akad jual dan beli buy. Persyaratan penyelesaian objek transaksi, adalah barang yang harus dipenuhi kejelasan mengenai jenisnya Yakun fi jinsin ma lumin, sifatnya, ukuran kadar, jangka penyerahan, harga tukar, tempat penyerahan. Persyaratan yang harus dipenuhi oleh harga tukar al-tsaman, adalah, pertama, kejelasan jenis a Lat tukar, yaitu dirham, dinar, rupiah atau dolar dsb atau barang barang yang bisa ditimbang, disukat, dsb kedua, kejelasan jenis alat tukar rupiah, dolar Amerika, dolar Singapura, dst Apakah timbangan yang disepakati dalam bentuk kilogram, kolam, dst. kejelasan tentang kualitas objek transaksi, apakah kualitas istimewa, baik sedang atau buruk syarat-syarat di atas ditentukan dengan maksud menghilangkan jahalah fi al - aqd atau alasan ketidaktahuan kondisi-kondisi barang pada saat transaksi ini akan terjadi dalam persekutuan di antara pelaku transaksi , Yang akan merusak nilai transaksi. Kejelasan jumlah harga tukar Penjelasan singkat di atas nampaknya sudah bisa memberikan kejelasan kebolehan PBK Kalaupun dalam pelaksanaannya masih ada pihak-pihak yang merasa dirugikan dengan peraturan perundang-undangan yang ada, maka dapatlah digunakan kaidah hukum atau legal maxim yang Berbunyi ma la yudrak kulluh la yutrak kulluh apa yang tidak bisa dilaksanakan semuanya , Maka tidak perlu terbengkalai dengan sendirinya. Dengan demikian, hukum dan pelaksanaan PBK sampai batas-batas tertentu boleh diterima dapat diterima atau setidak-tidaknya sesuai dengan semangat dan jiwa norma hukum Islam, dengan menganalogikan kepada bay al-salam.1 Kontrak Pertukaran Dasar. Ada konsensus umum di antara para ahli hukum Islam dengan pandangan bahwa mata uang dari berbagai negara dapat dipertukarkan secara spot pada tingkat yang berbeda dari persatuan, karena mata uang dari berbagai negara adalah entitas yang berbeda dengan nilai yang berbeda atau nilai intrinsik, dan daya beli Ada juga Nampaknya merupakan kesepakatan umum di antara mayoritas ulama mengenai pandangan bahwa pertukaran mata uang ke depan tidak diperbolehkan, yaitu ketika hak dan kewajiban kedua belah pihak terkait dengan tanggal yang akan datang. Namun, ada perbedaan pendapat yang cukup besar di antara Ahli hukum ketika hak salah satu pihak, yang sama dengan kewajiban counterparty, ditangguhkan ke masa depan Date. Untuk menguraikan, mari kita perhatikan contoh dua individu A dan B yang termasuk dalam dua negara yang berbeda, India dan AS masing-masing A bermaksud untuk menjual rupee India dan membeli dolar AS Kebalikannya berlaku untuk B Nilai tukar dolar rupee disetujui Di atas adalah 1 20 dan transaksi melibatkan pembelian dan penjualan 50 Situasi pertama adalah bahwa A melakukan pembayaran spot Rs1000 ke B dan menerima pembayaran sebesar 50 dari B Transaksi diselesaikan secara spot dari kedua ujungnya. Transaksi semacam itu berlaku dan Dibolehkan secara Islami Tidak ada dua pendapat tentang hal yang sama Kemungkinan kedua adalah bahwa penyelesaian transaksi dari kedua ujung ditangguhkan ke masa depan, katakanlah setelah enam bulan dari sekarang Ini menyiratkan bahwa baik A dan B akan membuat dan menerima pembayaran sebesar Rs1000 atau 50, seperti kasusnya, setelah enam bulan Pandangan utama adalah bahwa kontrak semacam itu tidak diperbolehkan secara Islami Pandangan minoritas menganggapnya diperbolehkan Skenario ketiga adalah bahwa transaksi tersebut sebagian s Ettled dari satu ujung saja Misalnya, A membayar Rs1000 sekarang ke B sebagai pengganti janji B untuk membayar 50 kepadanya setelah enam bulan. Sebagai alternatif, A menerima 50 sekarang dari B dan berjanji untuk membayar Rs1000 kepadanya setelah enam bulan Ada pandangan yang bertentangan secara diam-diam mengenai diperbolehkannya kontrak semacam itu yang berjumlah bai-salam dalam mata uang Tujuan makalah ini adalah untuk menyajikan analisis komprehensif mengenai berbagai argumen untuk mendukung dan melawan diperbolehkannya kontrak dasar yang melibatkan mata uang Bentuk kontrak pertama Melibatkan pertukaran nilai-nilai dasar secara spot berada di luar segala jenis kontroversi Permissibility atau jenis kontrak kedua dimana pengiriman salah satu nilai pertanggungan ditangguhkan ke masa depan, umumnya dibahas dalam kerangka larangan riba. Dengan demikian, kami membahas Kontrak ini secara rinci di bagian 2 membahas masalah pelarangan riba Permissibility dari bentuk kontrak ketiga dimana pengiriman Baik countervalues ​​ditangguhkan, umumnya dibahas dalam kerangka pengurangan risiko dan ketidakpastian atau gharar yang terlibat dalam kontrak semacam itu. Ini, oleh karena itu, merupakan tema sentral dari bagian 3 yang membahas masalah gharar Bagian 4 mencoba pandangan holistik tentang Syariah. Menghubungkan isu-isu dan juga signifikansi ekonomi dari bentuk dasar kontrak di pasar mata uang.2 Isu Larangan Riba. Perbedaan pandangan1 mengenai diperbolehkannya atau tidaknya kontrak pertukaran dalam mata uang dapat ditelusuri terutama dengan masalah larangan riba. Kebutuhan untuk menghilangkan riba dalam semua bentuk kontrak pertukaran sangat penting Riba dalam konteks Syariah pada umumnya didefinisikan sebagai keuntungan yang tidak sah yang berasal dari ketidaksetaraan kuantitatif dari nilai-nilai perhitungan dalam transaksi yang dimaksudkan untuk mengubah pertukaran dua atau lebih spesies, Yang termasuk dalam genus jins yang sama dan diatur oleh penyebab efisien yang sama illa Riba umumnya diklasifikasikan ke dalam r Kelebihan iba al-fadl dan penundaan riba al-nasia yang menunjukkan keuntungan yang tidak sah dengan cara berlebih atau penundaan Masing-masing Larangan yang pertama dicapai dengan ketentuan bahwa tingkat pertukaran antara objek adalah satu kesatuan dan tidak ada keuntungan yang diperbolehkan bagi salah satu pihak Jenis riba yang terakhir dilarang dengan melarang penyelesaian yang ditangguhkan dan memastikan bahwa transaksi diselesaikan tepat pada waktunya oleh kedua pihak. Bentuk riba lainnya disebut riba al-jahiliyya atau riba pra-Islam yang muncul saat pemberi pinjaman meminta peminjam pada Tanggal jatuh tempo jika yang terakhir akan menyelesaikan hutang atau meningkatkan kenaikan yang sama disertai dengan mengenakan bunga atas jumlah yang dipinjam semula. Larangan riba dalam pertukaran mata uang yang berasal dari berbagai negara memerlukan proses analogi qiyas dan dalam setiap latihan yang melibatkan Analogi qiyas, illa yang efisien memainkan peran yang sangat penting Ini adalah penyebab illa yang efisien, yang menghubungkan objek dengan E analogi dengan subjeknya, dalam pelaksanaan penalaran analog Alasan efisien yang tepat illa jika terjadi kontrak pertukaran telah didefinisikan secara beragam oleh sekolah-sekolah utama Fiqih Perbedaan ini tercermin dalam penalaran analog untuk mata uang kertas yang berasal dari negara yang berbeda. Yang cukup penting dalam proses penalaran analog berkaitan dengan perbandingan antara mata uang kertas dengan emas dan perak Pada masa-masa awal Islam, emas dan perak melakukan semua fungsi uang. Mata Uang terbuat dari emas dan perak dengan nilai intrinsik nilai yang diketahui. Dari emas atau perak yang terkandung di dalamnya Mata uang tersebut digambarkan sebagai haqqi thaman, atau naqdain dalam literatur Fiqh Ini dapat diterima secara universal sebagai sarana pertukaran utama, terhitung banyak transaksi. Banyak komoditas lain, seperti berbagai logam inferior yang juga berfungsi sebagai Sarana pertukaran, namun dengan akseptabilitas terbatas Ini digambarkan sebagai kesalahan dalam Fiqh l Iterature Ini juga dikenal sebagai thaman istalahi karena fakta bahwa akseptabilitas mereka berasal bukan dari nilai intrinsiknya, namun karena status yang diberikan oleh masyarakat selama periode waktu tertentu, dua bentuk mata uang di atas telah diperlakukan secara sangat berbeda sejak awal. Para ahli hukum Islam dari sudut pandang diperbolehkannya kontrak yang melibatkan mereka Masalah yang perlu dipecahkan adalah apakah mata uang kertas usia sekarang termasuk dalam kategori sebelumnya atau yang terakhir. Pandangan satu adalah bahwa ini harus diperlakukan setara dengan thaman haqiqi atau emas dan perak. , Karena ini berfungsi sebagai alat tukar dan unit akun utama seperti yang terakhir. Oleh karena itu, dengan penalaran yang sama, semua norma dan perintah terkait Syariah yang berlaku untuk haqqi thai juga harus berlaku untuk mata uang kertas. Pertukaran thaman haqiqi dikenal dengan sebutan bai - sampel, dan karenanya, transaksi dalam mata uang kertas harus diatur oleh peraturan Syariah yang relevan untuk bai-sarf Pandangan sebaliknya sebagai Sikap bahwa mata uang kertas harus diperlakukan dengan cara yang mirip dengan fals atau thaman istalahi karena fakta bahwa nilai nominalnya berbeda dari nilai intrinsiknya Akseptabilitasnya berasal dari status hukum mereka di dalam negeri atau kepentingan ekonomi global seperti dalam kasus AS. Dolar, misalnya.2 1 Sintesis Pandangan Alternatif.2 1 1 Penalaran Analogis Qiyas untuk Larangan Riba. Larangan riba didasarkan pada tradisi yang dibawa oleh nabi suci perdamaian kepadanya, Menjual emas untuk emas, perak untuk perak , Gandum untuk gandum, jelai untuk jelai, tanggal untuk tanggal, garam untuk garam, dalam jumlah yang sama di tempat dan kapan komoditas berbeda, laku sesuai dengan Anda, tapi di tempat itu, pelarangan riba berlaku terutama untuk Dua logam mulia emas dan perak dan empat komoditas gandum, jelai, kurma dan garam lainnya juga berlaku, dengan analogi qiyas untuk semua spesies yang diatur oleh illa efisiensi yang sama atau yang termasuk dalam satu o F genera dari enam objek yang dikutip dalam tradisi Namun, tidak ada kesepakatan umum di antara berbagai sekolah Fiqih dan bahkan ilmuwan yang termasuk dalam sekolah yang sama mengenai definisi dan identifikasi penyebab efisien illa riba. Untuk Hanafis, penyebab yang efisien Illa dari riba memiliki dua dimensi artikel yang dipertukarkan milik genus jin yang sama memiliki berat wazan atau kemampuan kiliyya Jika dalam pertukaran tertentu, baik unsur illa penyebab yang efisien hadir, yaitu nilai tukar yang dipertukarkan termasuk dalam genus yang sama. Dan semuanya bisa ditimbang atau semua terukur, maka tidak ada keuntungan yang diperbolehkan nilai tukar harus sama dengan persatuan dan pertukaran harus dilakukan secara langsung. Dalam kasus emas dan perak, dua unsur penyebab efisien illa adalah kesatuan genus jins dan Timbang ini juga tampilan Hanbali menurut satu versi3 Versi yang berbeda mirip dengan pandangan Shafii dan Maliki, seperti yang dibahas di bawah ini, ketika emas dipertukarkan dengan emas, atau Perak ditukarkan dengan perak, hanya transaksi spot tanpa keuntungan yang diperbolehkan. Mungkin juga bahwa dalam pertukaran yang diberikan, salah satu dari dua unsur illa yang efisien hadir dan yang lainnya tidak ada. Misalnya, jika artikel yang dipertukarkan semuanya dapat ditimbang Atau terukur tapi termasuk dalam genus jins yang berbeda atau, jika artikel yang dipertukarkan termasuk dalam genus jins yang sama tetapi tidak dapat ditimbang atau diukur, maka pertukaran dengan keuntungan pada tingkat yang berbeda dari persatuan diperbolehkan, namun pertukaran harus dilakukan secara langsung. Jadi, Ketika emas dipertukarkan dengan perak, tarifnya bisa berbeda dari satu kesatuan tetapi tidak ada penyelesaian yang ditangguhkan jika tidak ada salah satu dari dua unsur penyebab efisien illa riba ada dalam pertukaran yang diberikan, maka tidak ada larangan larangan riba yang diterapkan Bursa dapat Mengambil tempat dengan atau tanpa keuntungan dan keduanya berdasarkan alasan atau alasan yang ditangguhkan. Mempertimbangkan kasus pertukaran yang melibatkan mata uang kertas milik negara yang berbeda, larangan riba akan Memerlukan pencarian untuk tujuan yang efisien illa Mata uang yang termasuk dalam berbagai negara adalah entitas yang jelas berbeda, ini adalah tender legal dalam batas-batas geografis tertentu dengan nilai intrinsik atau daya beli yang berbeda. Oleh karena itu, sebagian besar ilmuwan mungkin dengan tepat menyatakan bahwa tidak ada kesatuan genus jins. , Ini tidak menimbang atau terukur Ini mengarah pada kesimpulan langsung bahwa tidak satu pun dari dua unsur penyebab efisien illa riba ada dalam pertukaran demikian, pertukaran dapat terjadi bebas dari perintah mengenai tingkat pertukaran dan cara penyelesaiannya. Logika yang mendasari posisi ini tidak sulit untuk dipahami Nilai intrinsik mata uang kertas yang termasuk dalam berbagai negara berbeda karena memiliki daya beli yang berbeda. Nilai intrinsik atau nilai mata uang kertas tidak dapat diidentifikasi atau dinilai tidak seperti emas dan perak yang dapat ditimbang. Oleh karena itu, tidak ada kehadiran riba al-fadl oleh exc Ess, atau riba al-nasia dengan penundaan dapat ditetapkan. Sekolah Fiqih Shafii menganggap illa yang efisien jika terjadi emas dan perak sebagai milik mereka sebagai mata uang thamaniyya atau media pertukaran, unit akun dan penyimpanan nilai Ini juga pandangan Maliki Menurut salah satu versi dari pandangan ini, bahkan jika kertas atau kulit dijadikan media pertukaran dan diberi status mata uang, maka semua peraturan yang berkaitan dengan naqdain, atau emas dan perak berlaku untuk mereka. Jadi, Menurut versi ini, pertukaran yang melibatkan mata uang dari berbagai negara pada tingkat yang berbeda dari persatuan diperbolehkan, namun harus diselesaikan secara kebetulan Versi lain dari dua mazhab pemikiran di atas adalah bahwa penyebab efisien ili yang disebutkan di atas adalah mata uang thamaniyya adalah Khusus untuk emas dan perak, dan tidak dapat digeneralisasi Yaitu, objek lain, jika digunakan sebagai media pertukaran, tidak dapat disertakan dalam kategori mereka. Oleh karena itu, menurut versi ini, perintah Syariah f Atau pelarangan riba tidak berlaku untuk mata uang kertas Mata uang milik negara yang berbeda dapat dipertukarkan dengan atau tanpa keuntungan dan keduanya berdasarkan tempat atau ditangguhkan. Persentase versi awal mengutip kasus pertukaran mata uang kertas milik negara yang sama dalam pertahanan. Dari versi mereka Pendapat konsensus para ahli hukum dalam kasus ini adalah bahwa pertukaran semacam itu harus tanpa keuntungan atau pada tingkat yang sama dengan persatuan dan harus diselesaikan berdasarkan tempat Apa alasan yang mendasari keputusan di atas Jika orang mempertimbangkan Hanafi dan Versi pertama dari posisi Hanbali kemudian, dalam kasus ini, hanya satu dimensi illa yang efisien, hadir, yaitu genus jins yang sama. Namun, mata uang kertas tidak timbang dan tidak terukur. Oleh karena itu, hukum Hanafi tampaknya akan mengizinkan pertukaran yang berbeda. Jumlah mata uang yang sama pada basis spot Demikian pula jika penyebab efisien menjadi mata uang thamaniyya hanya khusus untuk emas dan perak, maka Shafii a Undang-undang Maliki juga akan mengizinkan yang sama Tak perlu dikatakan lagi, ini berarti mengizinkan peminjaman dan pinjaman berbasis riba. Ini menunjukkan bahwa, ini adalah versi pertama pemikiran Shafii dan Maliki yang mendasari keputusan konsensus mengenai larangan memperoleh dan penyelesaian yang ditangguhkan di Kasus pertukaran mata uang milik negara yang sama Menurut para pendukungnya, memperluas logika ini untuk pertukaran mata uang dari berbagai negara akan menyiratkan bahwa pertukaran dengan keuntungan atau pada tingkat yang berbeda dari persatuan diperbolehkan karena tidak ada kesatuan jins, namun penyelesaian harus Berada di dasar tempat.2 1 2 Perbandingan antara Pertukaran Mata Uang dan Bai-Sarf. Bai-sarf didefinisikan dalam literatur Fiqh sebagai pertukaran yang melibatkan thaman haqiqi, yang didefinisikan sebagai emas dan perak, yang berfungsi sebagai media utama pertukaran untuk hampir semua Transaksi utama. Proponis dari pandangan bahwa pertukaran mata uang dari berbagai negara sama dengan bai-sarf berpendapat bahwa pada mata uang kertas usia sekarang telah efektif Ely dan sepenuhnya menggantikan emas dan perak sebagai alat tukar Oleh karena itu, dengan analogi, pertukaran yang melibatkan mata uang semacam itu harus diatur oleh peraturan dan perintah Syariah yang sama seperti bai sarf. Hal ini juga berpendapat bahwa jika penyelesaian yang ditangguhkan oleh salah satu pihak dalam kontrak adalah permitted, this would open the possibilities of riba-al nasia. Opponents of categorization of currency exchange with bai-sarf however point out that the exchange of all forms of currency thaman cannot be termed as bai-sarf According to this view bai-sarf implies exchange of currencies made of gold and silver thaman haqiqi or naqdain alone and not of money pronounced as such by the state authorities thaman istalahi The present age currencies are examples of the latter kind These scholars find support in those writings which assert that if the commodities of exchange are not gold or silver, even if one of these is gold or silver then, the exchange cannot be termed as bai-sarf Nor would the stipulations regarding ba i-sarf be applicable to such exchanges According to Imam Sarakhsi4 when an individual purchases fals or coins made out of inferior metals, such as, copper thaman istalahi for dirhams thaman haqiqi and makes a spot payment of the latter, but the seller does not have fals at that moment, then such exchange is permissible taking possession of commodities exchanged by both parties is not a precondition while in case of bai-sarf, it is A number of similar references exist which indicate that jurists do not classify an exchange of fals thaman istalahi for another fals thaman istalahi or gold or silver thaman haqiqi , as bai-sarf. Hence, the exchanges of currencies of two different countries which can only qualify as thaman istalahi can not be categorized as bai-sarf Nor can the constraint regarding spot settlement be imposed on such transactions It should be noted here that the definition of bai-sarf is provided Fiqh literature and there is no mention of the same in the holy traditions The tr aditions mention about riba, and the sale and purchase of gold and silver naqdain which may be a major source of riba, is described as bai-sarf by the Islamic jurists It should also be noted that in Fiqh literature, bai-sarf implies exchange of gold or silver only whether these are currently being used as medium of exchange or not Exchange involving dinars and gold ornaments, both quality as bai-sarf Various jurists have sought to clarify this point and have defined sarf as that exchange in which both the commodities exchanged are in the nature of thaman, not necessarily thaman themselves Hence, even when one of the commodities is processed gold say, ornaments , such exchange is called bai-sarf. Proponents of the view that currency exchange should be treated in a manner similar to bai-sarf also derive support from writings of eminent Islamic jurists According to Imam Ibn Taimiya anything that performs the functions of medium of exchange, unit of account, and store of value is called tha man, not necessarily limited to gold silver Similar references are available in the writings of Imam Ghazzali5 As far as the views of Imam Sarakhshi is concerned regarding exchange involving fals, according to them, some additional points need to be taken note of In the early days of Islam, dinars and dirhams made of gold and silver were mostly used as medium of exchange in all major transactions Only the minor ones were settled with fals In other words, fals did not possess the characteristics of money or thamaniyya in full and was hardly used as store of value or unit of account and was more in the nature of commodity Hence there was no restriction on purchase of the same for gold and silver on a deferred basis The present day currencies have all the features of thaman and are meant to be thaman only The exchange involving currencies of different countries is same as bai-sarf with difference of jins and hence, deferred settlement would lead to riba al-nasia. Dr Mohamed Nejatullah Sidd iqui illustrates this possibility with an example6 He writes In a given moment in time when the market rate of exchange between dollar and rupee is 1 20, if an individual purchases 50 at the rate of 1 22 settlement of his obligation in rupees deferred to a future date , then it is highly probable that he is in fact, borrowing Rs 1000 now in lieu of a promise to repay Rs 1100 on a specified later date Since, he can obtain Rs 1000 now, exchanging the 50 purchased on credit at spot rate Thus, sarf can be converted into interest-based borrowing lending.2 1 3 Defining Thamaniyya is the Key. It appears from the above synthesis of alternative views that the key issue seems to be a correct definition of thamaniyya For instance, a fundamental question that leads to divergent positions on permissibility relates to whether thamaniyya is specific to gold and silver, or can be associated with anything that performs the functions of money We raise some issues below which may be taken into account in any exercise in reconsideration of alternative positions. It should be appreciated that thamaniyya may not be absolute and may vary in degrees It is true that paper currencies have completely replaced gold and silver as medium of exchange, unit of account and store of value In this sense, paper currencies can be said to possess thamaniyya However, this is true for domestic currencies only and may not be true for foreign currencies In other words, Indian rupees possess thamaniyya within the geographical boundaries of India only, and do not have any acceptability in US These cannot be said to possess thamaniyya in US unless a US citizen can use Indian rupees as a medium of exchange, or unit of account, or store of value In most cases such a possibility is remote This possibility is also a function of the exchange rate mechanism in place, such as, convertibility of Indian rupees into US dollars, and whether a fixed or floating exchange rate system is in place For example, assuming free con vertibility of Indian rupees into US dollars and vice versa, and a fixed exchange rate system in which the rupee-dollar exchange rate is not expected to increase or decrease in the foreseeable future, thamaniyya of rupee in US is considerably improved The example cited by Dr Nejatullah Siddiqui also appears quite robust under the circumstances Permission to exchange rupees for dollars on a deferred basis from one end, of course at a rate different from the spot rate official rate which is likely to remain fixed till the date of settlement would be a clear case of interest-based borrowing and lending However, if the assumption of fixed exchange rate is relaxed and the present system of fluctuating and volatile exchange rates is assumed to be the case, then it can be shown that the case of riba al-nasia breaks down We rewrite his example In a given moment in time when the market rate of exchange between dollar and rupee is 1 20, if an individual purchases 50 at the rate of 1 22 settlemen t of his obligation in rupees deferred to a future date , then it is highly probable that he is in fact, borrowing Rs 1000 now in lieu of a promise to repay Rs 1100 on a specified later date Since, he can obtain Rs 1000 now, exchanging the 50 purchased on credit at spot rate This would be so, only if the currency risk is non-existent exchange rate remains at 1 20 , or is borne by the seller of dollars buyer repays in rupees and not in dollars If the former is true, then the seller of the dollars lender receives a predetermined return of ten percent when he converts Rs1100 received on the maturity date into 55 at an exchange rate of 1 20 However, if the latter is true, then the return to the seller or the lender is not predetermined It need not even be positive For example, if the rupee-dollar exchange rate increases to 1 25, then the seller of dollar would receive only 44 Rs 1100 converted into dollars for his investment of 50.Here two points are worth noting First, when one assumes a fixed exchange rate regime, the distinction between currencies of different countries gets diluted The situation becomes similar to exchanging pounds with sterlings currencies belonging to the same country at a fixed rate Second, when one assumes a volatile exchange rate system, then just as one can visualize lending through the foreign currency market mechanism suggested in the above example , one can also visualize lending through any other organized market such as, for commodities or stocks If one replaces dollars for stocks in the above example, it would read as In a given moment in time when the market price of stock X is Rs 20, if an individual purchases 50 stocks at the rate of Rs 22 settlement of his obligation in rupees deferred to a future date , then it is highly probable that he is in fact, borrowing Rs 1000 now in lieu of a promise to repay Rs 1100 on a specified later date Since, he can obtain Rs 1000 now, exchanging the 50 stocks purchased on credit at current price In t his case too as in the earlier example, returns to the seller of stocks may be negative if stock price rises to Rs 25 on the settlement date Hence, just as returns in the stock market or commodity market are Islamically acceptable because of the price risk, so are returns in the currency market because of fluctuations in the prices of currencies. A unique feature of thaman haqiqi or gold and silver is that the intrinsic worth of the currency is equal to its face value Thus, the question of different geographical boundaries within which a given currency, such as, dinar or dirham circulates, is completely irrelevant Gold is gold whether in country A or country B Thus, when currency of country A made of gold is exchanged for currency of country B, also made of gold, then any deviation of the exchange rate from unity or deferment of settlement by either party cannot be permitted as it would clearly involve riba al-fadl and also riba al-nasia However, when paper currencies of country A is ex changed for paper currency of country B, the case may be entirely different The price risk exchange rate risk , if positive, would eliminate any possibility of riba al-nasia in the exchange with deferred settlement However, if price risk exchange rate risk is zero, then such exchange could be a source of riba al-nasia if deferred settlement is permitted7.Another point that merits serious consideration is the possibility that certain currencies may possess thamaniyya, that is, used as a medium of exchange, unit of account, or store of value globally, within the domestic as well as foreign countries For instance, US dollar is legal tender within US it is also acceptable as a medium of exchange or unit of account for a large volume of transactions across the globe Thus, this specific currency may be said to possesses thamaniyya globally, in which case, jurists may impose the relevant injunctions on exchanges involving this specific currency to prevent riba al-nasia The fact is that when a currency possesses thamaniyya globally, then economic units using this global currency as the medium of exchange, unit of account or store of value may not be concerned about risk arising from volatility of inter-country exchange rates At the same time, it should be recognized that a large majority of currencies do not perform the functions of money except within their national boundaries where these are legal tender. Riba and risk cannot coexist in the same contract The former connotes a possibility of returns with zero risk and cannot be earned through a market with positive price risk As has been discussed above, the possibility of riba al-fadl or riba al-nasia may arise in exchange when gold or silver function as thaman or when the exchange involves paper currencies belonging to the same country or when the exchange involves currencies of different countries following a fixed exchange rate system The last possibility is perhaps unIslamic8 since price or exchange rate of currencies should be allowed to fluctuate freely in line with changes in demand and supply and also because prices should reflect the intrinsic worth or purchasing power of currencies The foreign currency markets of today are characterised by volatile exchange rates The gains or losses made on any transaction in currencies of different countries, are justified by the risk borne by the parties to the contract.2 1 4 Possibility of Riba with Futures and Forwards. So far, we have discussed views on the permissibility of bai salam in currencies, that is, when the obligation of only one of the parties to the exchange is deferred What are the views of scholars on deferment of obligations of both parties Typical example of such contracts are forwards and futures9 According to a large majority of scholars, this is not permissible on various grounds, the most important being the element of risk and uncertainty gharar and the possibility of speculation of a kind which is not permissible This is discussed in section 3 However, another ground for rejecting such contracts may be riba prohibition In the preceding paragraph we have discussed that bai salam in currencies with fluctuating exchange rates can not be used to earn riba because of the presence of currency risk It is possible to demonstrate that currency risk can be hedged or reduced to zero with another forward contract transacted simultaneously And once risk is eliminated, the gain clearly would be riba. We modify and rewrite the same example In a given moment in time when the market rate of exchange between dollar and rupee is 1 20, an individual purchases 50 at the rate of 1 22 settlement of his obligation in rupees deferred to a future date , and the seller of dollars also hedges his position by entering into a forward contract to sell Rs1100 to be received on the future date at a rate of 1 20, then it is highly probable that he is in fact, borrowing Rs 1000 now in lieu of a promise to repay Rs 1100 on a specified later date Since , he can obtain Rs 1000 now, exchanging the 50 dollars purchased on credit at spot rate The seller of the dollars lender receives a predetermined return of ten percent when he converts Rs1100 received on the maturity date into 55 dollars at an exchange rate of 1 20 for his investment of 50 dollars irrespective of the market rate of exchange prevailing on the date of maturity. Another simple possible way to earn riba may even involve a spot transaction and a simultaneous forward transaction For example, the individual in the above example purchases 50 on a spot basis at the rate of 1 20 and simultaneously enters into a forward contract with the same party to sell 50 at the rate of 1 21 after one month In effect this implies that he is lending Rs1000 now to the seller of dollars for one month and earns an interest of Rs50 he receives Rs1050 after one month This is a typical buy-back or repo repurchase transaction so common in conventional banking 10.3 The Issue of Freedom from Gharar. Ghar ar, unlike riba, does not have a consensus definition In broad terms, it connotes risk and uncertainty It is useful to view gharar as a continuum of risk and uncertainty wherein the extreme point of zero risk is the only point that is well-defined Beyond this point, gharar becomes a variable and the gharar involved in a real life contract would lie somewhere on this continuum Beyond a point on this continuum, risk and uncertainty or gharar becomes unacceptable11 Jurists have attempted to identify such situations involving forbidden gharar A major factor that contributes to gharar is inadequate information jahl which increases uncertainty This is when the terms of exchange, such as, price, objects of exchange, time of settlement etc are not well-defined Gharar is also defined in terms of settlement risk or the uncertainty surrounding delivery of the exchanged articles. Islamic scholars have identified the conditions which make a contract uncertain to the extent that it is forbidden Each party to the contract must be clear as to the quantity, specification, price, time, and place of delivery of the contract A contract, say, to sell fish in the river involves uncertainty about the subject of exchange, about its delivery, and hence, not Islamically permissible The need to eliminate any element of uncertainty inherent in a contract is underscored by a number of traditions 12.An outcome of excessive gharar or uncertainty is that it leads to the possibility of speculation of a variety which is forbidden Speculation in its worst form, is gambling The holy Quran and the traditions of the holy prophet explicitly prohibit gains made from games of chance which involve unearned income The term used for gambling is maisir which literally means getting something too easily, getting a profit without working for it Apart from pure games of chance, the holy prophet also forbade actions which generated unearned incomes without much productive efforts 13.Here it may be noted that the te rm speculation has different connotations It always involves an attempt to predict the future outcome of an event But the process may or may not be backed by collection, analysis and interpretation of relevant information The former case is very much in conformity with Islamic rationality An Islamic economic unit is required to assume risk after making a proper assessment of risk with the help of information All business decisions involve speculation in this sense It is only in the absence of information or under conditions of excessive gharar or uncertainty that speculation is akin to a game of chance and is reprehensible.3 2 Gharar Speculation with of Futures Forwards. Considering the case of the basic exchange contracts highlighted in section 1, it may be noted that the third type of contract where settlement by both the parties is deferred to a future date is forbidden, according to a large majority of jurists on grounds of excessive gharar Futures and forwards in currencies are exa mples of such contracts under which two parties become obliged to exchange currencies of two different countries at a known rate at the end of a known time period For example, individuals A and B commit to exchange US dollars and Indian rupees at the rate of 1 22 after one month If the amount involved is 50 and A is the buyer of dollars then, the obligations of A and B are to make a payments of Rs1100 and 50 respectively at the end of one month The contract is settled when both the parties honour their obligations on the future date. Traditionally, an overwhelming majority of Sharia scholars have disapproved such contracts on several grounds The prohibition applies to all such contracts where the obligations of both parties are deferred to a future date, including contracts involving exchange of currencies An important objection is that such a contract involves sale of a non-existent object or of an object not in the possession of the seller This objection is based on several traditions of the holy prophet 14 There is difference of opinion on whether the prohibition in the said traditions apply to foodstuffs, or perishable commodities or to all objects of sale There is, however, a general agreement on the view that the efficient cause illa of the prohibition of sale of an object which the seller does not own or of sale prior to taking possession is gharar, or the possible failure to deliver the goods purchased. Is this efficient cause illa present in an exchange involving future contracts in currencies of different countries In a market with full and free convertibility or no constraints on the supply of currencies, the probability of failure to deliver the same on the maturity date should be no cause for concern Further, the standardized nature of futures contracts and transparent operating procedures on the organized futures markets15 is believed to minimize this probability Some recent scholars have opined in the light of the above that futures, in general, should be permissible According to them, the efficient cause illa , that is, the probability of failure to deliver was quite relevant in a simple, primitive and unorganized market It is no longer relevant in the organized futures markets of today16 Such contention, however, continues to be rejected by the majority of scholars They underscore the fact that futures contracts almost never involve delivery by both parties On the contrary, parties to the contract reverse the transaction and the contract is settled in price difference only For example, in the above example, if the currency exchange rate changes to 1 23 on the maturity date, the reverse transaction for individual A would mean selling 50 at the rate of 1 23 to individual B This would imply A making a gain of Rs50 the difference between Rs1150 and Rs1100 This is exactly what B would lose It may so happen that the exchange rate would change to 1 21 in which case A would lose Rs50 which is what B would gain This obviously is a zero-sum game in which the gain of one party is exactly equal to the loss of the other This possibility of gains or losses which theoretically can touch infinity encourages economic units to speculate on the future direction of exchange rates Since exchange rates fluctuate randomly, gains and losses are random too and the game is reduced to a game of chance There is a vast body of literature on the forecastability of exchange rates and a large majority of empirical studies have provided supporting evidence on the futility of any attempt to make short-run predictions Exchange rates are volatile and remain unpredictable at least for the large majority of market participants Needless to say, any attempt to speculate in the hope of the theoretically infinite gains is, in all likelihood, a game of chance for such participants While the gains, if they materialize, are in the nature of maisir or unearned gains, the possibility of equally massive losses do indicate a possibility of default by the loser and hence, gharar.3 3 Risk Management in Volatile Markets. Hedging or risk reduction adds to planning and managerial efficiency The economic justification of futures and forwards is in term of their role as a device for hedging In the context of currency markets which are characterized by volatile rates, such contracts are believed to enable the parties to transfer and eliminate risk arising out of such fluctuations For example, modifying the earlier example, assume that individual A is an exporter from India to US who has already sold some commodities to B, the US importer and anticipates a cashflow of 50 which at the current market rate of 1 22 mean Rs 1100 to him after one month There is a possibility that US dollar may depreciate against Indian rupee during these one month, in which case A would realize less amount of rupees for his 50 if the new rate is 1 21, A would realize only Rs1050 Hence, A may enter into a forward or future contract to sell 50 at the rate of 1 21 5 at the en d of one month and thereby, realize Rs1075 with any counterparty which, in all probability, would have diametrically opposite expectations regarding future direction of exchange rates In this case, A is able to hedge his position and at the same time, forgoes the opportunity of making a gain if his expectations do not materialize and US dollar appreciates against Indian rupee say, to 1 23 which implies that he would have realized Rs1150, and not Rs1075 which he would realize now While hedging tools always improve planning and hence, performance, it should be noted that the intention of the contracting party whether to hedge or to speculate, can never be ascertained. It may be noted that hedging can also be accomplished with bai salam in currencies As in the above example, exporter A anticipating a cash inflow of 50 after one month and expecting a depreciation of dollar may go for a salam sale of 50 with his obligation to pay 50 deferred by one month Since he is expecting a dollar deprec iation, he may agree to sell 50 at the rate of 1 21 5 There would be an immediate cash inflow in Rs 1075 for him The question may be, why should the counterparty pay him rupees now in lieu of a promise to be repaid in dollars after one month As in the case of futures, the counterparty would do so for profit, if its expectations are diametrically opposite, that is, it expects dollar to appreciate For example, if dollar appreciates to 1 23 during the one month period, then it would receive Rs1150 for Rs 1075 it invested in the purchase of 50 Thus, while A is able to hedge its position, the counterparty is able to earn a profit on trading of currencies The difference from the earlier scenario is that the counterparty would be more restrained in trading because of the investment required, and such trading is unlikely to take the shape of rampant speculation.4 Summary Conclusion. Currency markets of today are characterized by volatile exchange rates This fact should be taken note of in any a nalysis of the three basic types of contracts in which the basis of distinction is the possibility of deferment of obligations to future We have attempted an assessment of these forms of contracting in terms of the overwhelming need to eliminate any possibility of riba, minimize gharar, jahl and the possibility of speculation of a kind akin to games of chance In a volatile market, the participants are exposed to currency risk and Islamic rationality requires that such risk should be minimized in the interest of efficiency if not reduced to zero. It is obvious that spot settlement of the obligations of both parties would completely prohibit riba, and gharar, and minimize the possibility of speculation However, this would also imply the absence of any technique of risk management and may involve some practical problems for the participants. At the other extreme, if the obligations of both the parties are deferred to a future date, then such contracting, in all likelihood, would open up the possibility of infinite unearned gains and losses from what may be rightly termed for the majority of participants as games of chance Of course, these would also enable the participants to manage risk through complete risk transfer to others and reduce risk to zero It is this possibility of risk reduction to zero which may enable a participant to earn riba Future is not a new form of contract Rather the justification for proscribing it is new If in a simple primitive economy, it was prevention of gharar relating to delivery of the exchanged article, in todays complex financial system and organized exchanges, it is prevention of speculation of kind which is unIslamic and which is possible under excessive gharar involved in forecasting highly volatile exchange rates Such speculation is not just a possibility, but a reality The precise motive of an economic unit entering into a future contract speculation or hedging may not ascertainable regulators may monitor end use, but such regulatio n may not be very practical, nor effective in a free market Empirical evidence at a macro level, however, indicates the former to be the dominant motive. The second type of contracting with deferment of obligations of one of the parties to a future date falls between the two extremes While Sharia scholars have divergent views about its permissibility, our analysis reveals that there is no possibility of earning riba with this kind of contracting The requirement of spot settlement of obligations of atleast one party imposes a natural curb on speculation, though the room for speculation is greater than under the first form of contracting The requirement amounts to imposition of a hundred percent margin which, in all probability, would drive away the uninformed speculator from the market This should force the speculator to be a little more sure of his expectations by being more informed When speculation is based on information it is not only permissible, but desirable too Bai salam would a lso enable the participants to manage risk At the same time, the requirement of settlement from one end would dampen the tendency of many participants to seek a complete transfer of perceived risk and encourage them to make a realistic assessment of the actual risk. Notes References.1 These diverse views are reflected in the papers presented at the Fourth Fiqh Seminar organized by the Islamic Fiqh Academy, India in 1991 which were subsequently published in Majalla Fiqh Islami, part 4 by the Academy The discussion on riba prohibition draws on these views.2 Nabil Saleh, Unlawful gain and Legitimate Profit in Islamic Law, Graham and Trotman, London, 1992, p 16.3 Ibn Qudama, al-Mughni, vol 4, pp 5-9.4 Shams al Din al Sarakhsi, al-Mabsut, vol 14, pp 24-25.5 Paper presented by Abdul Azim Islahi at the Fourth Fiqh Seminar organized by Islamic Fiqh Academy, India in 1991.6 Paper by Dr M N Siddiqui highlighting the issue was circulated among all leading Fiqh scholars by the Islamic Fiqh Academy, India for their views and was the main theme of deliberations during the session on Currency Exchange at the Fourth Fiqh Seminar held in 1991.7 It is contended by some that the above example may be modified to show the possibility of riba with spot settlement too In a given moment in time when the market rate of exchange between dollar and rupee is 1 20, if an individual purchases 50 at the rate of 1 22 settlement of his obligation also on a spot basis , then it amounts to the seller of dollars exchanging 50 with 55 on a spot basis Since, he can obtain Rs 1100 now, exchange them for 55 at spot rate of 1 20 Thus, spot settlement can also be a clear source of riba Does this imply that spot settlement should be proscribed too The fallacy in the above and earlier examples is that there is no single contract but multiple contracts of exchange occurring at different points in time true even in the above case Riba can be earned only when the spot rate of 1 20 is fixed during the time interva l between the transactions This assumption is, needless to say, unrealistic and if imposed artificially, perhaps unIslamic.8 Islam envisages a free market where prices are determined by forces of demand and supply There should be no interference in the price formation process even by the regulators While price control and fixation is generally accepted as unIslamic, some scholars, such as, Ibn Taimiya do admit of its permissibility However, such permissibility is subject to the condition that price fixation is intended to combat cases of market anomalies caused by impairing the conditions of free competition If market conditions are normal, forces of demand and supply should be allowed a free play in determination of prices.9 Some Islamic scholars use the term forward to connote a salam sale However, we use this term in the conventional sense where the obligations of both parties are deferred to a future date and hence, are similar to futures in this sense The latter however, are stand ardized contracts and are traded on an organized Futures Exchange while the former are specific to the requirements of the buyer and seller.10 This is known as bai al inah which is considered forbidden by almost all scholars with the exception of Imam Shafii Followers of the same school, such as Al Nawawi do not consider it Islamically permissible.11 It should be noted that modern finance theories also distinguish between conditions of risk and uncertainty and assert that rational decision making is possible only under conditions of risk and not under conditions of uncertainty Conditions of risk refer to a situation where it is possible with the help of available data to estimate all possible outcomes and their corresponding probabilities, or develop the ex-ante probability distribution Under conditions of uncertainty, no such exercise is possible The definition of gharar, Real-life situations, of course, fall somewhere in the continuum of risk and uncertainty.12 The following traditio ns underscore the need to avoid contracts involving uncertainty. Ibn Abbas reported that when Allah s prophet pbuh came to Medina, they were paying one and two years advance for fruits, so he said Those who pay in advance for any thing must do so for a specified weight and for a definite time. It is reported on the authority of Ibn Umar that the Messenger of Allah pbuh forbade the transaction called habal al-habala whereby a man bought a she-camel which was to be the off-spring of a she-camel and which was still in its mother s womb.13 According to a tradition reported by Abu Huraira, Allah s Messenger pbuh forbade a transaction determined by throwing stones, and the type which involves some uncertainty. The form of gambling most popular to Arabs was gambling by casting lots by means of arrows, on the principle of lottery, for division of carcass of slaughtered animals The carcass was divided into unequal parts and marked arrows were drawn from a bag One received a large or small share de pending on the mark on the arrow drawn Obviously it was a pure game of chance.14 The holy prophet is reported to have said Do not sell what is not with you. Ibn Abbas reported that the prophet said He who buys foodstuff should not sell it until he has taken possession of it Ibn Abbas said I think it applies to all other things as well.15 The Futures Exchange performs an important function of providing a guarantee for delivery by all parties to the contract It serves as the counterparty in the exchange for both, that is, as the buyer for the sale and as the seller for the purchase.16 M Hashim Kamali Islamic Commercial Law An Analysis of Futures , The American Journal of Islamic Social Sciences, vol 13, no 2, 1996..Dalam bukunya Prof Drs Masjfuk Zuhdi yang berjudul MASAIL FIQHIYAH Kapita Selecta Hukum Islam, diperoleh bahwa Ferex Perdagangan Valas diperbolehkan dalam hukum islam. Perdagangan valuta asing timbul karena adanya perdagangan barang-barang kebutuhan komoditi antar negara yang bersifat internasional Perdagangan Ekspor-Impor ini tentu memerlukan alat bayar yaitu UANG yang masing-masing negara mempunyai ketentuan sendiri dan berbeda satu sama lainnya sesuai dengan penawaran dan permintaan diantara negara-negara tersebut sehingga timbul PERBANDINGAN NILAI MATA UANG antar negara. Perbandingan nilai mata uang antar negara terkumpul dalam suatu BURSA atau PASAR yang bersifat internasional dan terikat dalam suatu kesepakatan bersama yang saling menguntungkan Nilai mata uang suatu negara dengan negara lainnya ini berubah berfluktuasi setiap saat sesuai volume permintaan dan penawarannya Adanya permintaan dan penawaran inilah yang menimbulkan transaksi mata uang Yang secara nyata hanyalah tukar-menukar mata uang yang berbeda nilai. HUKUM ISLAM dalam TRANSAKSI VALAS.1 Ada Ijab-Qobul Ada perjanjian untuk memberi dan menerima. Penjual menyerahkan barang dan pembeli membayar tunai. Ijab-Qobulnya dilakukan dengan lisan, tulisan dan utusan. Pembeli dan penjual mempunyai wewena ng penuh melaksanakan dan melakukan tindakan-tindakan hukum dewasa dan berpikiran sehat.2 Memenuhi syarat menjadi objek transaksi jual-beli yaitu. Suci barangnya bukan najis. Dapat dimanfaatkan. Dapat diserahterimakan. Jelas barang dan harganya. Dijual dibeli oleh pemiliknya sendiri atau kuasanya atas izin pemiliknya. Barang sudah berada ditangannya jika barangnya diperoleh dengan imbalan. Perlu ditambahkan pendapat Muhammad Isa, bahwa jual beli saham itu diperbolehkan dalam agama..Jangan kamu membeli ikan dalam air, karena sesungguhnya jual beli yang demikian itu mengandung penipuan Hadis Ahmad bin Hambal dan Al Baihaqi dari Ibnu Mas ud. Jual beli barang yang tidak di tempat transaksi diperbolehkan dengan syarat harus diterangkan sifat-sifatnya atau ciri-cirinya Kemudian jika barang sesuai dengan keterangan penjual, maka sahlah jual belinya Tetapi jika tidak sesuai maka pembeli mempunyai hak khiyar artinya boleh meneruskan atau membatalkan jual belinya Hal ini sesuai dengan hadis Nabi riwayat Al Daraquthni dari Abu Hurairah..Barang siapa yang membeli sesuatu yang tidak dapat dilihat, maka ia berhak khiyar jika sudah ditinjau. Jual beli hasil tanam yang masih terpendam, seperti ketela, kentang, bawang dan sebagainya juga diijinkan, asal diberi contohnya, karena akan mengalami kesulitan atau kerugian jika Harus mengeluarkan semua hasil tanaman yang terpendam untuk dijual Hal ini sesuai dengan kaidah hukum Islam..Kesulitan itu menarik kemudahan. Demikian juga jual beli barang-barang yang telah terbungkus tertutup, seperti makanan kalengan, LPG, dan sebagainya, asalkam diberi label yang menerangkan isinya Vide Sabiq, op cit hal 135 Mengenai teks kaidah hukum Islam tersebut di atas, vide Al Suyuthi, Al Ashbah wa al Nadzair, Mesir, Mustafa Muhammad, 1936 hal 55.JUAL BELI VALUTA ASING DAN SAHAM. Yang dimaksud dengan valuta asing adalah mata uang luar negeri seperi dolar Amerika, poundsterling Inggris, ringgit Malaysia dan sebagainya. Apabila antara negara terjadi perdagangan internasional maka tiap negara membutuhkan valuta asing untuk alat bayar luar negeri yang dalam dunia perdagangan disebut devisa Misalnya eksportir Indonesia akan memperoleh devisa dari hasil ekspornya, sebaliknya importir Indonesia memerlukan devisa untuk mengimpor dari luar negeri. Dengan demikian akan timbul penawaran dan perminataan di bursa valuta asing setiap negara berwenang penuh menetapkan kurs uangnya masing-masing kurs adalah perbandingan nilai uangnya terhadap mata uang asing misalnya 1 dolar Amerika Rp 12 000 Namun kurs uang atau perbandingan nilai tukar setiap saat bisa berubah-ubah, tergantung pada kekuatan ekonomi negara masing-masing Pencatatan kurs uang dan transaksi jual beli valuta asing diselenggarakan di Bursa Valuta Asing A W J Tupanno, et al Ekonomi dan Koperasi, Jakarta, Depdikbud 1982, hal 76-77.Jika Forex Haram, Kenapa Bank-Bank Islam Pun Ada Buat Forex. Suzardi Maulan May 17, 2015.Apa hukum main forex. Jika haram, kenapa bank-bank Islam ada buat Kenapa boleh jadi halal. Kenapa rakyat biasa buat forex jadi haram. Bagi menjawab persoalan sebegini, saya ada menulis mengenai forex trading yang dibuat oleh individu-individu melalui platfom trading online Artikelnya adalah. Artikel di atas ditulis pada Julai 2011 sebelum keputusan Majlis Fatwa Kebangsaan mengenai forex pada Februari 2012.Jadi, sila baca 2 artikel tersebut yang disediakan di atas untuk memahami bagaimana pertukaran matawang dapa t menjadi haram Bacalah dulu ya. Ringkasnya apa yang tidak boleh adalah pertukaran matawang dan jenisnya yang dibuat secara bertangguh Seperti yang banyak berlaku di kalangan orang awam melalui medium internet. Jika berlaku pertukaran matawang secara tunai, ok Seperti tukar duit di money changer. Itu adalah kata sepakat ulama silam dan masa kini. Malah, ia telah disebut dengan jelas dalam Shariah Standard kewangan antarabangsa yang terdiri dari penasihat Shariah antarabangsa termasuk dari Malaysia yang menjadi rujukan institusi kewangan untuk isu-isu kewangan Islam semasa, yang disediakan oleh The Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institutions AAOIFI. Shariah Standard AAOIFI mengenai Trading in Currencies telah dibuat sejak Mei 2000.Menjawab soalan kenapa bank-bank Islam boleh buat forex. Urusniaga forex yang dibuat oleh bank-bank Islam telah dibuat mengikut kehendak pertukaran matawang secara tunai bay sarf yang dibenarkan di sisi Shariah Institusi kewangan Islam ad a penasihat Shariah yang menyelia aktiviti berkaitan pertukaran matawang Cara bank-bank membuat forex ini berbeza dengan individu yang main forex di internet. Jadi, siapakah panel penasihat Shariah yang mengawal selia pemain-pemain individu forex, online broker forex dan pasaran forex yang wujud di internet agar aktiviti pertukaran matawang ini selaras dengan kehendak Shariah.

No comments:

Post a Comment